Pendakian Arjuno 25-28 Juni 10




29 Juni 2009

Jumat kemarin (25/6) setelah bimbang (gak pernah ikut bimjas), akhirnya aku ikut pendakian Gunung Arjuno with Majapala! :D

Kumpul di sekolah (sekret) katae jam 1 siang, eh molornya sampe jam 3 sore (budaya bangsa). Berangkat 12 ekor (orang, Red) yaitu aku, mbak far, wena, dewi, nivo, pimen, mas iklil, mas haris, koyap, agung, tambak, dan nabil. Nyarter angkot coklat sampe Terminal Osowilangon (gak sampe se, cuma sampe pertigaan yang ada bus berhenti), naik bus umum jurusan Sby-Malang yang lewat Pandaan, Pasuruan.
Perjalanan bus yang lama, turun di Terminal Pandaan udah maghrib (kalo gak salah), lapar mendera. Terus naik angkot ke Tretes, sampe deh di perizinan. Di sini ketemu Mas Salim (alumni, instruktur).

Sebelum pendakian, tentunya kami mengisi perut terlebih dahulu di sebuah warung nasi, kemudian sholat jamak maghrib-isya. Ada juga yang sempet mandi, padahal banyune adeeem (airnya dingin, Red). Ada kamar mandi dan musholla umum di situ.

Sekitar habis isya, pendakian dimulai. Dingin dan lelah. Laa haula walaaa quwwata illa billah.. mlaku siti-sitik, istirahat di belokan dekat pohon besar. Makan jajan, minum, liat TV bentar pake HP :p pas itu uda gak ada sinyal (untuk Hpku lho, gak tau kalo lainnya). Masih teringat pas itu ada 'something wrong' terus dibetulkan Wena atau Nivo kalo gak salah. Hehe.

Oke istirahat dirasa cukup, perjalanan lagi mati-matian (lebay) dengan janji-janji palsu tapi berguna buat penyemangat. Contohnya, Mas Haris: “kurang sitik, iki lho suarane banyu, maringene totok ngcamp wes istirahat sak puasmu kon” padahal pas itu masih jaaauh, tapi suwon mas. Tambak: “kuat kuat! SEMANGAT MENGALAHKAN FISIK”. Waktu itu aku diam seribu bahasa (ceile) lha jalan aja udah ngos”an, hidungku kedinginan (halah kakean sambat) tapi aku berusaha sambat dalam hati kok. Hehe.

Laa haula walaa quwwata illa billah, sampe di tempat yang nama.e Kokopan. Ngcamp semalam di situ. Sangat dingin, pasti. Masih berusaha adaptasi.
Pagi, sholat subuh di tenda (adem seru!), masak-masak dan makan, d situ ada mata air yang cukup deras, serasa air gak ada harganya, gak kayak di rumah PDAM sering mati.
Agak siang, melanjutkan perjalanan menuju tempat ngcamp selanjutnya (lupa nama.e, Pemondokan ato mana gitu). Perjalanan di siang hari yang panaas, peluh bercucuran (hoho), tapi menurutku lebih mending gini daripada perjalanan yang tadi malam.

Ada tempat yang lumayan buat istirahat, berhenti di situ, masak-masak (tapi aku gak ikut masak, hehe) dan makan. Menunya mie goreng sama ayam (enaknyaa). Melanjutkan perjalanan!

Sampe di tempat penambang belerang (tempat ngcamp yang tak sebut tadi) uda senja (sebut saja sore). Dingin, padahal masih sore apalagi malem, pikirku. Mendirikan tenda di situ. Di antara gubuk-gubuk penambang, ada musholla nya (ternyata penambang di sini agamis). Kami sholat di situ jamak dhuhur-ashar.
Malam, rasanya maleees banget buat wudhu. Lha adem seru. Ya Allah, bener-bener godaan iman. Pengen tayamum tapi kata Mbak Far gak boleh wong banyak air. Oke akhirnya wudhu, sambil mikir gak mungkin mati gara-gara wudhu. Sip, maghrib-isya beres. Tiduuur dengan tenda pas posisiku ada batu. Nasiiib, beberapa saat duduk gak bisa tidur, pengen nangis (cengeng, tapi emang ngerasa terharu aja dan dingiiin) sambil mikir besok ikut muncak gak ya, kaki.ku (sambat maneh), dan akhirnya berhasil tidur nyenyak di dekat pintu (resleting se, apa itu disebut pintu).

Sholat subuh kesiangan, wudhu.ne adem, pas menuju musholla sempet denger salah satu penambang baca bacaan sholawat.an (wah emang agamis, iya se kan masih orang jawa timuran), jadi inget Bapak di rumah..

Pagi agak siang, menuju puncak tanpa bawa tas. Cuma beberapa yang bawa daybag isi air dan jajan. Mas Salim nunggu tenda, sementara yang lain ke puncak. Mas Haris yang pernah ke sini sebelumnya jadi penunjuk jalan. Pemandangannya bagus-bagus, narsis-narsis. Hehe. Oh ya yang aku baru tau, ternyata awan-awan yang bergerak itu bersuara, keras. Kayaknya di Panderman dulu enggak, mungkin karena di sini lebih tinggi.

Hampir lima jam perjalanan sampe di puncak pertama (masih ada puncak lagi). Wes, aku gak kuat, sampe sini ae gakpopo. Wajahku uda kayak orang nangis tapi gak nangis. Merah, apalagi hidung. Pengaruh perubahan suhu yang ekstrem. Semilir awan yang lewat. Beberapa anak cowok tetep lanjut ke puncak, sementara yang cewek termasuk saya duduk-duduk di sini. Foto-foto. Pas Mas Haris datang, kata.e eman kalo gak ke puncak sekalian, uda sejauh ini kok.

Dan akhirnya, nyampe puncak. Cihuuuy! Alhamdulillah.. Berhasil mendaki 3339 mdpl. :D
Ada yang buruk, persediaan air hampir habis. Tadinya mengira di puncak ada genangan air kayak yang pas Mas Haris ke sini dulu, tapi ternyata gak ada karena musim kemarau.

Turuuun.. tanpa minum. Perjalanan lebih lama dari rencana, uda hampir sore. Sampe sekitar Lembah Kidang (tapi gak lewat situ), ketemu Mas Salim sama Mas Dani yang nyusul karena kami lama gak kembali. Ternyata kami salah jalan, bukan salah sih, tapi lewat jalan yang lebih lama. Berhenti sejenak, rencana nunggu Mas Haris, Tambak, dan Mas Iklil yang dari tadi gak kelihatan. Tapi akhirnya kami melanjutkan turun menuju tempat tenda menunggu sebelum hari makin gelap.

Di tenda, sampe isya mereka bertiga belum tiba. Ya Allah, aku wedi. . Terus beberapa alumni nyari, di tengah dinginnya malam yang menusuk (boso.ku kok lebay) dan ketemu! :D syukurlah..

Kami bermalam lagi di situ dan melanjutkan perjalanan turun keesokan harinya.
Sepatuku licin, keplesat berkali-kali, tambah sakit kaki.ku, keseleo dikit (akeh.e sambat.e, tapi kebanyakan dalam hati lagi kok). Bener-bener lowbat, makasi Mas yang ngebawain tas. Walopun setelah itu jalanku tetep lambaaat. Maaf..

Menjelang Ashar, tiba di peradaban modern (sampe di perizinan). Makan dan sholat, dan dengan cara yang sama sepert berangkat, kami pulaaang. Ada yang beda sih, nunggu bus di terminal sekitar sejam, dapat bus terakhir yang menuju Osowilangon, dan berdiri. Tak pikir berdiri bentar ntar ada yang turun, ternyata tidak. Sabaaar, maringene sampe omah..

Singkat cerita, sampe rumah Senin (28/6) jam 8 malam. Makan, mandi, dan tidur di kamarku surgaku (walopun kayak kapal pecah). Selanjutnya, Ibuk ngomel-ngomel gara-gara wajahku item banget. Mengelupas dikit-dikit, sampe kayak bukan wajahku. Aku yang ngalami (aku sendiri takut), tapi malah aku yang menenangkan Ibuk biar gak kuatir, wajahku pasti kembali.. gak berani keluar tumah. Hehe

Liburan yang luar biasa, pengalaman yang luar biasa, pelajaran yang luar biasa. Thanks majapala. Aku gak nyesel, gak kapok.
Last, alhamdulillah.. dua kata: -outstanding, -urip.

Comments