Curhatan About Naturalist

04 Juli 2010 (minggu)

Tiba-tiba aja pengen membongkar (bukan kata yg tepat) uneg-uneg yg tertumpuk. Tentang naturalis, dan juga sifat childish (sok istilah inggris) yg masih melekat.

Dahulu kala (gak se.lama itu se) pas lagi sering-seringnya nulis kata 'rapuh', gak ada semangat lagi. Ngerasa kayak robot: berangkat pagi, nunggu greenland yang lama, sampe sekolah telat 'dikit' tapi terlanjur gerbang ditutup harus nunggu, dapat ceramah gratis, ditusuk dengan kalimat 'aksel kok telat' (RAIMU!!!), masuk kelas dengan enggan (aku yo nduwe isin rek!), pelajaran yang kejar-kejaran, tugas-tugas, pengayaan, kerja kelompok, pulang sudah menjelang maghrib, sampe rumah lowbat dan terkapar di kasur, bangun-bangun tengah malam, insomnia, tidur lagi, pagi ke sekolah lagi. Rawr! What a pity I am..
Untuk bagian telat, aku gak bisa terima. Itu emang salahku tapi bukan sepenuhnya salahku. Aku wes budal isuk! Terus, OPO HUBUNGANE telat karo aksel? Gak onok aturan khusus.e kan? Perlakukan dan anggap sama! Orang berpendidikan dan pendidik (embo maneh nek gak iso mendidik, hanya mengajar) kok nek ngomong asal nyeletuk. Gak logis tahu!
Sabaaar, roda berputar dan Allah adil, suatu saat ANDA akan mengerti rasanya seperti ini.. (nyumpahi? sedikit.)

Di tengah kehidupanku yang sangat -entah disebut apa- aku pernah nulis di diary (diary jare, buku oret-oretan lhang) : majapala, kebahagiaan saat hidup tak hidup.
Ehm lebay ah ten. Ya, mungkin. Tapi yang masih aku rasakan, aku senang berkumpul dengan banyak orang, aku senang duduk tanpa alas entah di lapangan, di pinggir jalan, aku senang memikirkan apa yang dirasakan oleh semut-semut yang berbaris. Aku merasakan indah ketika beralas bumi beratap langit. Bintang-bintang menjadi saksi (apaan sih!). Begitu sederhana. Dan sesaat melupakan kehidupan dalam 'aquarium smansa' atau sangkar emas itu.

Aku pernah ngerasa PA ternyata sarana buat menyalurkan 'hasrat' kekanak-kanakan saat harus belajar sikap orang dewasa. Contohnya, lari dan lompat. Celana trining, jaket (tidak harus), tas punggung, dan sepatu kets. Aku suka!
Dan juga (mungkin) karena di rumah aku terbiasa seperti anak tunggal, yaaaah aku kesepian. Aku senang se.tenda dengan teman-teman. Senang seperti punya banyak saudara. Senang senasib sepenanggungan.
Walopun kalo kembali ke kenyataan, tetap harus menghadapi hidup yang sesungguhnya. Bukan main-main. Bukan sesuka hati.

Dan alhamdulillah, terlewati dengan lancar (makasi banyak akselers buat bantuan, dukungan, dan semuaaanya). Setelah ini (semoga) aku gak serasa robot lagi. Oke kalian bilang kuliah lebih susah dan padat dari SMA, susah ngatur waktu tambah sibuk banyak tugas dan lain-lain? Tapi kalian gak mengalami SMA yang sepertiku. (somboong, mentang-mentang!) Gaaaaaak, aku bukannya bangga seperti itu. Aku hanyaaaaaa, berusaha menghibur diri. Merasa kalo SMA sedikit lebih berat dari SMA nya orang-orang dan kuliah nanti gak akan seberat itu (kuliah lebih susah, aku tahu). Tapi aku menghibur diri, biarkan aku optimis. . Masa belum apa-apa aku udah kayak ditakut-takuti, iya kan?

Yang memotivasi buat nulis (ngetik) ini, barusan (menjelang siang) topik menuju topik, kata ibuk (yang diucapkan ke sekian kalinya) dan membahas ini selalu menyakiti hatiku (ceile) : “Wes, pokok.e kuliah gak atek nang gunung-nang gunung an, gak atek PA-PA an. Konsen nang kuliah.e”
Yeah! Mangkel, loro ati diwara ngunu. Yo nek aku iki gara-gara PA nilai.ku berkurang, lupa plajaran ato apa. Nyata.e lho! SMA wingi aku gak aktif gara-gara kelas iku, (dan gara-gara 'itu' se). Tapi kadang-kadang sek melu, dan sekolah.ku tetep gak onok masalah. Tolooong, ojok ngelarang-ngelarang n ngatur-ngatur hal kayak gitu!
Bukannya aku pembangkang, aku hanyaaaa (mesti) ngerasa 'yang penting kan itu bukan sesuatu yang melanggar agama, hukum, dan norma'

Sek ta, aku nulis (ngetik) iki intine opo? Gak onok.
Entahlah, tapi sekarang cukup lega..

Comments

Post a Comment