Mayat (Renungan)


Pagi ini masih dalam keadaan setengah sadar kudengar mbak-mbak kos mengucap "Innalillahiwainna ilaihi roji'un" sambil membahas kenapa bisa meninggal.
Siapa yg meninggal, pikirku. Namun rasa kantuk yg menang. Semalaman entah mengapa tidurku tidak nyenyak. Beberapa kali terbangun dengan mimpi yg berganti-ganti cerita.

Merasa lapar, aku bangun dan ke kamar mandi (maksudnya mandi dulu sebelum beli sarapan).
Kaget, di dekat LPG di bawah kursi di sebelah meja kompor ada seekor kucing yg kemarin beberapa kali kuusir dari kos, kini tidak bernyawa. Posisinya miring, mulut terbuka, banyak semut berdatangan.
Melihatnya jadi merasa bersalah.
Kemarin mbak Tia marah kucing itu masuk kos lagi, gara-gara pintu atas tak buka waktu njemur cucian, gak tak tutup lagi (maksud hati biar gak pengap gitu).
Malam harinya setelah mengambil jemuran, pintu itu tak tutup (kalo malam emang suka tak tutup, untuk keamanan).
Kenapa mati? Kalau kucing itu terjebak di dalam, bukankah bisa keluar lewat celah pagar seperti kucing lain yang pernah masuk? Atau dia tidak tahu caranya, lalu di sini kelaparan, makan bahan-bahan masakan dekat kompor dan keracunan? Atau, memang takdir.

Sebelum beli sarapan, ada Pak Kos di depan rumahnya. Aku beritahu tentang kucing itu. Sambil berkata "kok bisa mati ya" kucing itu diambil dengan tas plastik (baca: kresek) sebagai penghalang agar tidak langsung menyentuhnya, lalu dimasukkan tong sampah.

Aku merenung sendiri..
Ya Allah, apa nanti aku juga akan begitu ketika mati.
Terbujur kaku tak berdaya, dikerubungi semut-semut api, menebar aroma busuk, orang-orang takut dan jijik, lalu dibuang?
Naudzubillah.

Begitu tidak berharganya manusia ketika sudah meninggal.

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat.

@kos KM A/1D

Comments