Sudahkah Anda Menjadi Warga Negara yang Baik?


Tanggal 17 Agustus selalu dinanti-nanti dengan berbagai kemeriahan di dalamnya. Aneka perlombaan di kampung maupun kota, seperti lomba kepruk kendil, makan kerupuk, panjat pinang, dan lain-lain. Biasanya juga ada kegiatan bazaar dan panggung gembira yang menampilkan artis-artis lokal. Wah senang sekalii, mulai dari anak balita hingga manula ikut bergembira.
Tapi.. adakah nilai-nilai nasionalisme tertanam di dalamnya, atau sekedar hura-hura belaka? pernahkah terpikir apa Ibu Pertiwi senang dengan yang demikian?

Di balik kemeriahan peringatan hari kemerdekaan, tidak kita pungkiri carut-marutnya bangsa ini. Saya tidak sedang mengkritik pemerintah. Bukan itu. Pemerintah sudah sering dikritisi oleh masyarakat dan media. Saya akan mengkritisi bagaimana saya sendiri dan Anda semua selaku Warga Negara Indonesia.

“Jangan bertanya apa yang diberikan oleh negara kepadamu tetapi tanyakan pada dirimu apa yang kamu berikan pada negaramu.”
Kurang lebih seperti itu kalimat yang saya yakin tidak asing bagi kita semua. Terkadang kita juga dengan mahirnya melafalkan itu. Tapi, sudahkah ada realisasinya dalam kehidupan kita?

Berawal dari beberapa kali perbincangan dengan seorang mantan ketua RT tentang kondisi masyarakat Indonesia dengan sampel beberapa tempat.

Ada BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk manula kurang mampu, banyak yang berebut mendapatkannya. Bantuan seragam dan buku-buku untuk pelajar kurang mampu, berebut lagi. Pembagian kompor gas dan tabung LPG gratis, wah rame, orang bermobil dan punya rumah lebih dari satupun ada yang protes ke petugas karena tidak tercatat di daftar penerima. Beras Bulog, lagi-lagi iri-irian. Tidak jarang pemberian bantuan-bantuan seperti itu menimbulkan iri dan hubungan tidak baik dengan tetangga, serta rasa tidak percaya pada aparat. Memang sudah membudaya kali ya yang namanya protes seakan-akan rakyat selalu benar dan pemerintah selalu salah.

Tentang bantuan-bantuan itu, anggap saja itu memang kewajiban pemerintah memberikan bantuan pada masyarakat kurang mampu, walaupun yang mampu juga sering tidak sadar. Pertanyaannya, sudahkah Anda berterima kasih?

Kita lihat di media massa. Di mana-mana unjuk rasa, protes dengan pemerintah yang dianggap tidak becus dan sebagainya. Ribut karena pejabat-pejabat selalu minta kenaikan gaji, mobil dinas, dan tunjangan-tunjangan. Hey, siapa yang dulu memilih mereka?

Lihatlah, pada saat pemilu ataupun pilkada, berapa orang yang tidak mau datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara)? Banyak. Entah malas, lebih memilih rekreasi sekeluarga, shopping, atau mencari uang bagi yang wiraswasta. Ibu Pertiwi ini hanya minta beberapa menit waktu Anda untuk memberikan suara Anda. Miris sekali...

Sekarang yang datang dan menggunakan hak pilihnya, siapa yang menukar kesejahteraan rakyat dengan uang Rp 50.000, Rp 100.000, atau 5 kg beras?

Contoh lain, sejak kecil saya senang ketika menjelang tanggal 17 Agustus di depan rumah-rumah terpasang bendera. Saya amati bertahun-tahun, jumlah yang “mau” memasang bendera semakin berkurang. Memang seperti halnya pemilu tadi, tidak ada sanksi. Tapi haruskah dengan sanksi untuk membuat orang menganggap sesuatu penting dilakukan? Ada yang beralasan benderanya hilang, tidak punya bendera, dan lain-lain. Rasanya jauh tidak sebanding dengan antusiasme ketika ada pembagian bantuan. Ibu Pertiwi. . . orang-orang sudah kehilangan rasa malu.

Itu tadi hanya 2 contoh dari budaya menganggap sepele peran sebagai warga negara. Silakan bertanya pada diri masing-masing, sudahkah Anda menjadi warga negara yang baik? Jika Anda orang yang sadar, mari mengingatkan satu sama lain.

DIRGAHAYU KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE-66

Terima kasih telah membaca, semoga bermanfaat. Mohon maaf apabila ada salah kata.

(gambar copast from dedekusn.com)

Comments