Ke-Halal-an Merk Barang Sehari-hari, Ada Saran?

# 1 - Introduction #
Seharusnya saat ini saya fokus menyelesaikan proposal cinTA (baca: Tugas Akhir). Tapi berhubung mentok dan ‘buntu’ mau ngetik apa di proposal, rasanya entah bersembunyi di mana para kosa kata ilmiah yang selama ini ada di basis data otak, maka jadilah saya malah ngetik catatan super penting ini :p

# 2 - Attention #
Tulisan ini tidak disponsori oleh siapapun atau pihak manapun. Kalo ada yang gak sepakat dengan isi di dalamnya atau merasa apa yang saya tulis gak ilmiah ya boleh-boleh saja, sah-sah saja. Lha wong ini murni curhatan saya dan bukan hasil penelitian ilmiah, kan bukan skripsi (aduh kok jadi nyebut-nyebut skripsi).
Tulisan ini berdasarkan pengalaman diri sendiri dan orang lain, baik yang bercerita secara langsung maupun yang saya baca di forum-forum dunia maya. Tulisan ini dibuat sebagai sarana barangkali ada yang mau memberi saran, komentar, atau berbagi pengalaman, dan syukur-syukur kalo tulisan ini bisa menginspirasi orang lain walaupun saya bukan inspirator, juga bukan seorang penulis. Eh, lagi proses buat jadi penulis sih, tapi penulis skripsi (heaaa, kok selalu teringat ke kosa kata itu lagi)   -_-

# 3 - So Many Years #
Selama belasan tahun sejak lahir, saya memilih produk kebutuhan sehari-hari berdasarkan iklan di televisi. Pikir saya, kalo suatu produk diiklankan di TV maka produk itu terkenal. Kalo terkenal, berarti banyak yang pake. Kalo banyak yang pake, maka besar kemungkinan produk tersebut aman digunakan, tidak menimbulkan dampak yang berbahaya baik jangka pendek maupun panjang. Sesimpel itu, dan mungkin itu juga ada di pikiran kebanyakan orang. Bisa dibilang, ‘termakan’ iklan ya.


# 4 - I think, It's Since I'm in College #
Perlahan saya mulai menyeleksi produk kebutuhan sehari-hari yang saya pakai. Berusaha pake produk yang bebas alkohol, meskipun bukan produk yang ‘ditelan’.
Alasan pertama, karena alkohol gak baik buat kesehatan. Walaupun digunakan di produk yang gak dimakan, tetep gak baik. Misalnya untuk kulit, malah bisa merusak kulit dan bukin kulit jadi kering kerontang (kata siapa? Katanya mbah google sih). Saya berusaha pake produk yang agak alami, biar aman tanpa dampak negatif.
Alasan kedua, karena mulai bertanya-tanya apa hukum memakai produk yang mengandung alkohol. Alkohol kan haram dimakan atau diminum, ini jelas. Gimana kalo yang selain itu? Contohnya pasta gigi. Gak ditelan sih, tapi mungkin aja gak sengaja tertelan kan ya? Yang namanya ‘gak sengaja’ itu konon katanya dapat dimaklumi (gak dosa), tapi lebih baik berhati-hati kan? Kalo untuk produk yang dipake di kulit, apa gak meresap ke dalam tubuh? Apa hukumnya ya kalo ada kandungan alkohol meresap ke dalam kulit hampir setiap hari? Saya gak tahu. Yang saya tahu adalah, saya sedang bertanya-tanya apa hukumnya, dan itu berarti saya ragu-ragu. Saya teringat kalimat yang selama sering saya anut kalo sedang dilema, “Ambillah yang baik dan tinggalkan yang ragu-ragu”. Maka jadilah sejak kuliah saya berusaha memakai produk-produk bebas alkohol. Pake deodoran yang bebas alkohol, lalu obat kumur (mouthwash) juga pake yang ada embel-embel “bebas alkohol”nya. Untuk kosmetik dan sabun mandi, mulai pake produk-produk Ori*lame yang katanya merupakan kosmetik dengan bahan-bahan alami. Konon katanya terbuat dari tumbuh-tumbuhan, unsur hewannya hanya madu dan telur. Kurang jelas sih telur apa, sempet mikir jangan-jangan ada telur ularnya, tapi setahu saya, segala jenis telur halal kan?

# 5 - Think Again #
Sejak beberapa waktu lalu, saya mulai ingin beralih dari Ori*lame. Selain karena mahal (menurut ukuran keuangan saya, hehe. Bagi orang lain bisa jadi harganya biasa aja), saya ‘tergoda’ melihat iklan kosmetik yang menggembar-gemborkan label halalnya, yaitu Wa*dah. Semua produk Wa*dah ada label halalnya dan harganya lebih murah dibanding Ori*lame. Mulai deh browsing ke mana-mana, kali ini bukan lagi di poin alkohol, tapi pada status halal. Jadi mikir bahwa kehalalan produk yang bukan ‘ditelan’ itu juga penting. Bayangin misalnya produk pelembap ternyata mengandung minyak babi. Bukannya bisa meresap dikulit? Kalopun tidak meresap, kalo dipake di anggota badan yang gak kena air wudhu (misalnya di atas mata kaki), berarti tetep nempel di kulit pada saat sholat dong? Gimana hukumnya?

# 6 - I Really Want To, But.... #
Semakin ingin pindah ke produk-produk berlabel halal.
Label halal yang mana? Label halal MUI.
Kenapa label halal MUI penting? Karena dengan label tersebut, setidaknya: 1. Suatu perusahaan telah melakukan upaya pembuktian bahwa produknya tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan; 2. MUI telah memberi jaminan bahwa produk itu halal.
(sumber gambar: genestiaraw.blogspot.com)
Sebagian orang di forum-forum dunmay bilang gini: Label halal MUI gak bisa dijadikan acuan. Belum tentu label halal MUI berarti benar-benar produk itu halal. Apalagi sekarang pejabat MUI gampang disuap. Bisa aja sebenarnya ada kandungan yang gak halal tapi petugas pemeriksanya uda disuap.
Tanggapan saya: Benar, saya gak tahu petugas MUI jujur apa nggak dalam memeriksa produk. Tapi pekerjaan mereka (memeriksa dan menetapkan status halal) adalah amanah buat mereka kan. Bakal ada pertanggungjawabannya bagi mereka kelak. Jadi kalo misalnya ada produk berlabel halal yang saya pake tapi sebenarnya itu gak halal dan saya gak tahu, biar itu jadi tanggungannya MUI. Mereka yang dosa, saya kan gak tahu. Kasarannya, kalo ntar di akhirat saya mendapati dosa gara-gara produk yang begitu, saya akan nuntut MUI-nya dan mereka yang akan nanggung dosanya, hehe. Sedangkan kalo gak ada label halalnya, siapa yang akan tanggungjawab kalo ada kandungan minyak babi atau zat semacamnya? Dengan berusaha pake yang berlabel halal, setidaknya saya telah ada upaya untuk menghindari yang haram.

Ada juga yang berpendapat: Gak perlu repot-repot lah, yang penting barangnya didapat dengan baik-baik ya halal. Walopun ada label halalnya tapi kalo didapat dari nyolong jadi haram kan?

Tanggapan saya: Menurut saya, apa yang kita konsumsi/gunakan harus halal menurut fisik maupun non fisiknya. Yang dimaksud fisik adalah kandungannya, sedangkan nonfisik adalah cara memperolehnya.

Sampai di situ, saya masih dilema antara label halal vs kualitas. Mengapa? Karena kebanyakan produk yang punya label halal MUI adalah produk-produk lokal, yang mutunya kurang ‘bergaung’, seperti Purb*sari, Must*ka R*tu, Vi*a. Ada yang lumayan sih, misalnya La Tu*ipe itu kalo gak salah ada label halalnya. Masalah kualitas ini berkorelasi dengan kecocokan (apa definisi korelasi? entahlah, gak usah dipikir). Misalnya, musim kemaraunya Surabaya sehari-hari panas, saya coba tabir surya (sunscreen) gel-nya Wa*dah, eh jadi banyak jerawat. Sedangkan pake merk Ac*es UV T*nt cocok, tapi gak ada label halalnya. Dilema kan....
Produk-produk Orif*ame kebanyakan cocok, tapi gak ada label halal. Kakak perempuan saya ngotot bilang bahwa Orif*ame halal (hasil dia browsing). Tapi hasil browsing yang saya lakukan, Orif*ame pernah dapat sertifikat halal dari MUI untuk manajemen dan pemasarannya. Kan sistem penjualannya MLM tuh, dan sebagian MLM sistemnya haram. Orif*ame ini punya sertifikat halal MUI, tapi ya itu tadi, halal pada manajemen dan pemasarannya. Sedangkan halal atau gaknya kandungan masing-masing produknya saya gak tahu. Kalopun seandainya kandungan masing-masing sudah teruji halal menurut MUI, lalu kenapa gak ada labelnya? Apa ada yang lebih tahu? Saya berharap Orif*ame segera punya label halal.

# 7 - My Decision #
Setelah pencarian informasi dan berbagai pertimbangan, akhirnya saya memutuskan akan 'migrasi' ke produk berlabel halal secara bertahap. Maksudnya bertahap? Nunggu kalo produk yang saya punya menjelang habis, baru deh beli yang baru-nya yang ada label halal. Jadi gak seketika membuang produk-produk yang lama, kan mubadzir. Mubadzir itu sodaranya setan kan? (sebenernya karena eman aja sih, dan belum ada dana kalo seketika beli semua produk, hehe). Masalah cocok atau enggaknya, saya pikir produk dengan label halal kan gak cuma 1 merk. Kalo ada yang gak cocok, bakal coba merk lain yang juga ada label halalnya.
Hari ini tadi saya ke 'mall'-nya anak ITS, yaitu Sak*nah. Biasa lah, belanja barang-barang kebutuhan hidup anak kos. Memilih dan memilah, mengecek apa ada label halal.
(sumber gambar: ipnurancah.blogspot.com)
Rencananya begini.........................
-  Produk makanan dan minuman: Insya Allah sejak dulu halal. Rasanya hampir semua produk makanan dan minuman keluaran pabrik umumnya ada label halalnya. Gimana dengan makanan di kantin kampus dan warung-warung makan? Gak tahu sih. Untuk yang ini saya berdoa aja semoga halal dan bersih pengolahannya. Gak mungkin kan tanya ke orangnya, “Buk, apa makanan yang sampean jual seluruh kandungannya halal? Terus nyucinya bersih gak?” bisa-bisa orangnya melotot seketika.
-  Pasta gigi: sejak dulu sekeluarga pake Peps*dent, yang alhamdulillah ada label halalnya. Tadi sempet pengen beralih ke pasta gigi bebas deterjen yang dulu pernah pake karena disarankan oleh dokter (waktu dulu sariawan gak sembuh-sembuh yang ternyata gara-gara keseringan pake mouthwash), yaitu pasta gigi merk En*im. Tapi ternyata setelah tak bolak-balik, gak ada label halalnya. Gak jadi deh. Tetep pake Peps*dent warna pink.
-  Sabun muka, pelembap wajah, dan hand & body lotion: bisa pake War*ah.
-  Sabun mandi: kayaknya War*ah ada produk sabun mandinya. Bener gak? Belum beli sih, merk yang lama belum habis.
-  Obat kumur (mouthwash): Dulu pertama kali pake obat kumur coba List*rine. Terasa bersih banget, pake hampir tiap hari tapi kemudian rasanya terlalu keras dan banyak kandungan alkoholnya, sampe peristiwa sariawan gak sembuh-sembuh. Sejak itu sesuai saran dokter, beralih ke obat kumur antiseptik Bet*dine. Setelah sembuh dan Bet*dine habis, beralih ke Peps*dent karena lebih murah, ada tulisannya bebas alkohol dengan harapan gak terlalu keras dan pakenya juga hanya 2 kali seminggu. Tadi di Sak*nah ngecek, obat kumur merk Peps*dent ternyata gak ada label halalnya. Jadi bingung, lalu merk apa? Tak lihat.i satu-satu akhirnya nemu merk gak terkenal yaitu Siw*k.F, kebetulan lagi bundling bonus pasta gigi, pasta giginya juga ada label halalnya. Akhirnya coba itu deh, semoga cocok.
-  Sabun cuci (deterjen): Gak ada masalah untuk yang ini. Gak perlu label halal kan? Toh setelah pakaian berbusa dibilas dengan air bersih beberapa kali.
-  Deodoran: Kayaknya War*ah ada.
-  Parfum? Belum nemu. Ada saran?? Apa parfum penting? Lumayan. Bukan karena ingin wangi semerbak, tapi untuk mencegah bau aja. Terutama dipake kalo harus keluar sore atau malem (misalnya ngelesi, atau rapat) dengan kondisi belum mandi sore setelah aktivitas seharian :p
-  Pewangi sekaligus pelembut pakaian: Ini juga belum nemu. Selama ini pake Mo*to. Mungkin kayak deterjen ya, gak ada yang ngerasa ini butuh label halal kan gak dimakan. Tapi produk ini kan dipake setelah bilasan terakhir, setelah itu gak dibilas lagi (kalo dibilas lagi percuma ntar wanginya ilang). Jadi nempel terus di pakaian. Pentingkah pake ini? Kalo di rumah sih enggak, tapi di kos cukup penting. Air di kos baunya agak aneh, beda dengan air di rumah. Ada saran untuk yang ini?
-  Obat-obatan: Ini kok jarang yang ada label halalnya ya, padahal ditelan. Tadi saya beli obat sakit kepala merk Par*mex dan gak ada label halalnya. Apa bakal dimaklumi ya kalo obat-obatan, kan kondisi sakit. Tapi seandainya ada yang berlabel halal sih bakal milih yang ada label halalnya.
-  Apa lagi ya? Rasanya masih ada yang ketinggalan, tapi sedang lupa aja nyebutinnya. Kapan-kapan di-update deh kalo kepikiran jenis produk lain.

Kita sebagai konsumen berhak memilih produk apapun. Dan saya sebagai orang islam berhak untuk berusaha sebisa mungkin memilah dan memilih agar sebisa mungkin kelak hanya yang halal-halal saja yang saya pake. Kadang kalo lagi post opini, ada aja orang yang terbesit benteng perlawanan, misalnya kayak gini: “kalo semua orang kayak kamu, gimana dengan produk-produk yang lain? Kasian dong mereka jadi gak laku”.
Tanggapan saya: Justru itu agar produk-produk lain segera berlabel halal juga. Saya akan tambah senang kalo semakin banyak produk berlabel halal, jadinya semakin banyak pilihan.
Sekian. Doakan cinTA saya lancar dan selesai tepat waktu yaa :)

Comments