Tidak Ada Keputusan yang Sempurna, Percaya pada Hati Nurani Saja

Mengutip salah satu tulisan menarik dari salah satu tokoh yang inspiratif bagi saya, yaitu Pak Agus Zainal Arifin:
https://web.facebook.com/agusza/posts/10206043219662902?fref=nf&pnref=story

Bagi yang tidak bisa load gambar, ini saya copast-kan hehehe.. 
Celaan pertama kali dalam hal kuliah yang saya terima dari salah satu kawan saya adalah:
"Ngapain kok masuk jurusan komputer ? Itu jurusan yang tidak jelas perkembangannya."
Lalu setelah mulai kuliah di Jurusan Teknik Komputer ITS, dapat lagi celaan:
"Jurusan baru, tidak akan lama lagi akan ditutup. Dosennya saja sedikit, labnya cuma satu, kecil lagi."
Berikutnya ketika saya mulai memilih bidang minat, dapat lagi:
"Bidang minat yang kamu pilih itu tidak dapat dipakai cari duit. Pindah bidang minat yang lain saja."
Dan ketika memantapkan diri menjadi dosen, ada lagi:
"Jadi dosen itu gajinya sak dos isinya sak sen. Ngapain jadi dosen."
Bahkan ketika mau tugas belajar ke Jepang, masih saja ada celaan:
"Belajar ke luar negeri kok ke Jepang. Eropa atau Australia gitu pantes."
Demikianlah, dalam tahap apapun episode kita, selalu ada saja yang mencela pilihan terbaik kita. Bila kita telah mengkonsultasikan dan telah memikirkannya masak-masak, pasti akan ada saja kelebihan dan kekurangan di dalam pilihan kita, dan kekurangan itulah bahan yang biasa dipakai para pencela untuk melumuri celaannya. Dan tentu saja kita tahu lebih banyak lagi tentang apa saja kekurangan pilihan kita.
"Kurang kalau cuma itu. Sampeyan mau tahu kekurangan lainnya lagi tah, mau saya tunjukkan ?"
Gitu saja kok repot.

Membaca tulisan tersebut, pikiran melayang ke pengalaman sendiri, berpikir, mengingat-ingat sembari bernostalgia..
Yakin kamu mau ambil Jurusan Matematika murni? Prospek kerjanya gak jelas lho. Mending sekalian ambil Pendidikan Matematika di xxxxx, jadi guru. Guru sekarang bisa sertifikasi gajinya dobel. Kalau ilmu murni nanti gelarmu S.Si bukan S.Pd, gak jelas lho.. kalau mentok dan akhirnya mau jadi guru harus ambil lagi program Akta 4 setahun, itupun mau dihapus programnya. Ambil matematika murni mau jadi apa nanti setelah lulus?

Yakin mau ambil bidang minat Ilmu Komputer? Itu tugas akhirnya susah lho harus bikin program. Banyak yang ambil itu lulusnya molor.

Yakin mau kerja jauh-jauh ke Tangerang? Kayak di Surabaya gak ada lapangan kerja aja, kan banyak. Gaji lebih besar tapi kalau biaya hidup besar kan sama saja, mending deket rumah.

Yakin mau kuliah lagi? Gak eman sudah karyawan tetap, sudah enak. Buat apa susah-susah kuliah lagi. Nantinya pengen jadi dosen? Dosen itu gajinya kecil, apalagi kalau dosen baru, lebih kecil dari gajimu sekarang, padahal sudah susah-susah S2.

Yakin gakmau ambil jurusan yang sama dengan S1? Susah lho nantinya kalo buat jadi dosen, pasti diutamakan yang linear jurusannya. Terus mau jadi apa? Kalau kerja lagi, jarang lho perusahaan yang mau nerima lulusan S2 tapi kurang pengalaman. Mau jadi apa?

Begitulah.
Bismillah mawon lan nyuwun pandungone.. :)

Comments